Sahabat muslimah, di beberapa toilet yg udah masuk golongan ‘modern’ kadang nggak disediakan air di dalamnya. Hanya tersedia tisu toilet untuk membersihkan diri setelah buang air.
Kira-kira bagaimana hukum melakukan hal ini, Sahabat? Apakah sudah dianggap bersuci jika membersihkan diri hanya dengan tisu toilet? Check this out!
Media utk bersuci dari buang hajat dalam syariat Islam tidak terbatas pada air saja.
Hal yg wajib dilakukan setelah buang hajat adalah menghilangkan najis dari tempatnya, baik dengan air atau benda lainnya seperti, batu, kertas, atau tisu.
Ulama Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta’ ketika ditanya mengenai penggunaan tisu untuk istinja mengatakan, “Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, keluarga dan para shahabatnya. Dibolehkan menggunakan tisu atau kertas dan semacamnya dalam membersihkan najis dan dianggap sah serta cukup jika dapat membersihkan bagian yang terkena najis, baik qubul (kemaluan) maupun dubur (pantat). Yang utama dalam hal ini adalah menggunakannya dengan ganjil dan seharusnya tidak kurang dari tiga usapan. Tidak diwajibkan menggunakan air sesudahnya, akan tetapi sunnah. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kami Muhammad, beserta keluarga dan para shahabatnya.” Syekh Abdul-Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Ghudayyan, Syekh Abdullah bin Quud. (Fatawa Lajnah Da’imah, 5/125).
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah juga mengatakan, “Bersuci dengan tisu dianggap sah, tidak mengapa, karena tujuan bersuci adalah menghilangkan najis, apakah dengan tisu, kertas, debu, batu, kecuali tidak dibolehkan bersuci dengan sesuatu yang dilarang syariat, seperti tulang atau kotoran hewan. Karena tulang adalah makanan jin jika dia adalah binatang yang halal disembelih, adapun jika binatang yang tidak halal disembelih, maka tulang tersebut termasuk najis, dan najis tidak dapat mensucikan. Sedangkan kotoran hewan, jika dia termasuk najis, maka najis tidak dapat mensucikan, sedangkan jika dia termasuk yang tidak najis, maka dia adalah makanan ternak jin. Karena ketika para jin datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan beriman kepadanya, beliau memberinya jamuan yang tidak terputus hingga hari kiamat, beliau bersabda, “Bagi kalian tulang (dari hewan yang disembelih) dengan menyebut nama Allah, kalian akan dapatkan lebih banyak daripada daging.” Ini adalah termasuk perkara ghaib yang tidak terlihat. Akan tetapi wajib bagi kita mengimaninya. Demikian pula dengan kotoran hewan ternak, dia merupakan pakan hewan-hewan mereka (jin).” (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 4/112).
Selain dengan batu, istijmar (menghilangkan sisa buang air dengan batu atau benda semisalnya) bisa dengan menggunakan benda apa saja, yang penting sesuai dengan ketentuan. Beberapa syaratnya adalah,
1. Benda itu bisa untuk membersihkan bekas najis.
2. Benda itu tidak kasar seperti batu bata dan juga tidak licin seperti batu akik, karena tujuannya agar bisa menghilangkan najis.
3. Benda itu bukan sesuatu yang bernilai atau terhormat seperti emas, perak atau permata. Juga termasuk tidak boleh menggunakan sutera atau bahan pakaian tertentu, karena tindakan itu merupakan pemborosan.
4. Benda itu bukan sesuatu yang bisa mengotori seperti arang, abu, debu atau pasir.
5. Benda itu tidak melukai manusia seperti potongan kaca beling, kawat, logam yang tajam, paku.
6. Jumhur ulama mensyaratkan harus benda yang padat bukan benda cair. Namun ulama Al-Hanafiyah membolehkan dengan benda cair lainnya selain air seperti air mawar atau cuka.
7. Benda itu harus suci, sehingga beristijmar dengan menggunakan kotoran binatang tidak diperkenankan. Tidak boleh juga menggunakan tulang, makanan atau roti, kerena merupakan penghinaan.
Jadi, sah saja, Sob, bila membersihkan diri setelah buang air dengan tisu. Akan tetapi, para ulama mengatakan bahwa sebaiknya batu atau benda yang digunakan memenuhi kriteria dan menggunakan air juga, agar istinja’ menjadi sempurna dan bersih. Allahu a’lam.
Sumber: http://www.muslimahcorner.com/2016/03/18567/